
MARTABAT NAFSU
Nafsu mempunyai 2 pengertian yang mendasar, yakni:
1. Segumpal daging sebesar kepalan tangan (Buah hati sanubari) yang
berada
>diantara dua lambung setiap jisim, ada pada insan yang menghubungkan
>kebutuhan jasad/jirim (7 Anggauta) dengan'Latifah Rabbaniyah' dan juga
ada
>pada hewan yang tiada memiliki 'Latifah Rabbaniyah' namun dianugerahi
>nyawa, hewan ini sebagai media pembanding (ikhtibar) bagi insan yang
hidup
>hatinya.
>Sabda Rasulullah SAW:
>"Sejahat-jahat musuhmu ialah nafsumu yang terletak diantara dua
lambungmu"
>
>2. Salah satu sebutan untuk kelakuan 'Latifah Rabbaniyah' pada setiap
insan
>yang berkehendak pada kenyang, menang, senang dan tenang, yakni
sesuatu
>yang ghaib yang tiada dapat dilihat dengan mata kasar, inilah yang
>merupakan pertaruhan bagi insan yang awam (sebelum mencapai 'Mim')
pada
>perjanjian antara Allah dengan insan di alam Rahim pada martabat alam
>ajsam, dan nafsu digerakan menurut qodo' yang telah ditentukan pada
alam
>Mitsal, boleh ketentuan pada keberuntungan (Muhammad) ataupun
ketentuan
>pada kerugian (Maghdu atau Dlolliin) menurut sekehendak Yang Empunya,
>dengan tanda-tanda yang nyata ('ain) bagi 'Mim' namun ter'had'
(Terhijab)
>bagi insan yang awam yang belum mencapai 'Mim', namun dapat
diketahuinya
>hanya setakat ilmu sahaja sesuai dengan khabar dari Allah melalui
RasulNya.
>
>Tanda-tanda setakat ilmu inilah yang wajib diketahui oleh orang yang
salik
>untuk mengetahui tempatnya berada sehingga dapat menempatkan sesuatu
pada
>tempatnya atau menempatkan amalan yang sesuai dengan martabat nafsu
dimana
>ia berada, yakni Martabat Nafsu yang terdiri dari 7 Martabat Nafsu
(ada
>juga yang menyampaikan lebih dari 7 atau dengan urutan yang
berbeda-beda):
>a) Amarah
>b) Lawwamah
>c) Mulhimmah
>d) Muth'ma'inah
>e) Radliah
>f) Mardliah
>g) Kamallah
>
>
>AMARAH
>Amarah adalah martabat nafsu yang paling rendah dan kotor di sisi
hukum
>Allah untuk makhlukNya, segala yang terbit darinya adalah tindakan
>kejahatan yang merupakan dorongan sifat mazmumah (kecelaan), pada
tahap ini
>hati nurani tidak akan memancarkan sinarnya kerana akan terhijab oleh
dosa,
>lapisan lampu makrifat redup terselimuti lumpur, bila dibiarkan terus
>hingga padam atau mencapai khatama (tertutup dan terkunci hatinya),
tiada
>cara untuk mencari jalan menyucikannya lagi, kerana itulah hatinya
terus
>kotor dan diselaputi oleh pelbagai penyakit sampai akhir hayatnya,
firman
>Allah:
>"Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya" (QS
>Al-Baqarah: 10)
>
>"Sesungguhnya nafsu amarah itu sentiasa menyuruh manusia berbuat keji
>(mungkar)" (QS Al-Baqarah: 169)
>
>"Bahkan manusia itu hendak berbuat maksiat terus menerus" (QS
Al-Qiyaamah:
>5)
>
>Dalam kesehariannya tiada pernah peduli pada hukum Allah, kejahatan
sudah
>menjadi kebiasaan, tiada penyesalan, sering merasa bangga berbuat
jahat,
>misalnya merasa berbangga, lega dan puas dapat merusak anak gadis
orang,
>bangga dengan kehidupannya yang tiada teratur, mabuk, berjudi,
pergaulan
>bebas dan meniru-niru kafirun, bahkan jadi lebih barat dari orang
barat.
>
>Bagi insan pada peringkat nafsu ini, konsep hidupnya adalah sekali,
hingga
>kebutuhan utama hidupnya semata-mata untuk dinikmati sepuas-puasnya
tanpa
>mengenal batas-batas, baik jahat adalah sama saja di sisinya, bahkan
ia
>merasa betah dalam keadaan seperti ini sebab ia tiada mempercayai
>Alqur'aan, bahkan menganggap Alqur'aan sebagai suatu kebohongan yang
>diperuntukan bagi orang-orang yang bodoh dan dungu, sehingga ia merasa
>sempurna sebagai makhluk yang terjadi dengan sendirinya secara alami
dan
>kebetulan hingga segala sesuatu yang ia peroleh diyakininya atas jerih
>payahnya sendiri,
>Seperti firman Allah:
>"Tidaklah engkau perhatikan orang-orang yang mengambil hawa nafsunya
>(amarah) menjadi tuhannya dan dia disesatkan oleh Allah kerana Allah
>mengetahui (kejahatan hatinya dan qadarnya) lalu Allah mengunci mati
>pendengarannya (telinga batin) dan hatinya dan ditutup penglihatannya
(mata
>hatinya)."
>(QS Al-Jaatsiyah: 23)
>
>“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk agama
islam itu
>mendapat cahaya dari Tuhannya? Maka kecelakaan yang besarlah bagi
mereka
>yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah, mereka itu dalam
>kesesatan yang nyata.” (QS Az-Zumar: 22)
>
>Ia bergembira bila menerima nikmat, tetapi berduka cita dan mengeluh
bila
>tertimpa kesusahan, seperti firman Allah:
>"Dan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, nescaya
mereka
>gembira dengan rahmat itu, dan apabila mereka ditimpa suatu musibah
(yang
>mereka sangka) akibat kesalahan tangan mereka sendiri, lantas mereka
>berputus asa." (QS Ar-Ruum: 36)
>
>Mereka tiada pernah takut pada Allah dan hari pembalasan, mereka tidak
>pernah peduli dengan ancaman Allah seperti:
>"Akan dicampakkan ke dalam neraka jahanam dari golongan jin dan
manusia
>yang mempunyai hati tiada memperhatikan, mempunyai mata tiada melihat,
>mempunyai telinga tiada mendengar, Mereka itu adalah binatang dan
lebih
>hina dari itu kerana mereka termasuk di dalam golongan yang lalai" (QS
>Al-A’Raaf: 179)
>
>Dalam konteks penerimaan ilmu, orang yang bernafsu amarah hanya
digerakan
>dalam berupaya menerima ilmu diperingkat ilmu kalam seperti
>filsafat-filsafat yang ia sangka sebagai hakikat, dan cenderung
>mementingkan soal-soal lahiriah dunia sahaja, tiada minat kepada
pelajaran
>agama dan hari akhirat yang sebenarnya.
>
>Pada peringkat ini dikhabarkan tiada peluang sama sekali untuk
menerima
>ghaib dan ilmu hakikat selagi hatinya kotor dan hatinya tiada di
gerakan
>pada berkehendak untuk disucikan dengan pembersihan zikrillah yang
>mempunyai wasilah dengan Rasulullah SAW.
>
>Untuk membebaskan diri dari cengkaman nafsu ini (secara thobi'at yang
>dikhabarkan Allah melalui RasulNya) disandarkan pada jalan wasilah
ilmu
>Allah melalui Rasulullah SAW dengan menerima pengajaran dari ahli
zikir
>yaitu guru mursyid ('Sin' yang mengandung 'Mim') yang dapat memberikan
>petuah-petuah penyucian diri dan penyucian jiwa yang mempunyai mata
rantai
>ilmu waris dengan Rasulullah SAW.
>
>Sabda Rasulullah SAW:
>"Tiap sesuatu ada alat penyucinya dan yang menyuci hati ialah zikir
kepada
>Allah "
>
>"Sesungguhnya syaithon itu telah menaruh belalainya pada hati manusia,
maka
>apabila manusia itu berzikir kepada Allah, maka mundurlah syaithon,
dan
>apabila ia lupa maka syaithon itu menelan hatinya"
>
>
>LAWWAMAH
>Nafsu lawwamah ialah nafsu yang selalu mengkritik diri sendiri bila
berlaku
>suatu kejahatan dosa atas dirinya hingga menyesali, mencerca dan
>mencelanya, nafsu lawwamah lebih baik sedikit dari nafsu amarah, ia
lebih
>cepat sadar dan menyesali perbuatannya, Perasaan ini sebenarnya timbul
dari
>dorongan yang berupa bisikan dilubuk hatinya disebabkan mengetahui
jika itu
>perbuatan yang tercela.
>Inilah arti lawwamah, bisikan hati seseorang akan melarang dirinya
>melakukan sesuatu yang keji timbul secara spontan bila tergerak
dihatinya,
>cepat rasa bersalah atas kezaliman pada dirinya dan pada Allah atas
>keterlanjurannya. taufik dan hidayah Allah yang memimpinnya kembali
dari
>kesesatan dan kesalahan kepada kebenaran dan jalan yang lurus,
Rasulullah
>SAW bersabda:
>"Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada seseorang, maka Allah akan
>menjadikan untuknya penasihat dari hatinya sendiri"
>
>"Barangsiapa yang hatinya menjadi penasihat baginya, maka Allah akan
>menjadi pelindung ke atasnya."
>
>Tapi bila seseorang itu sampai pada martabat nafsu ini tapi tiada
>mengetahui tanda-tanda yang memancar di hatinya, atau ia tiada
mengamalkan
>isyarat yang ada, maka lama-kelamaan isyarat ini akan meredup dan
padam,
>sehingga ia jatuh kembali pada tahap nafsu amarah, sebab itulah sering
kita
>menyaksikan seseorang orang terkadang baik, lalu sekejap berubah jahat
>kembali, kemudian berubah balik, inilah bulak-baliknya hati yang di
>sebabkan oleh keadaan nafsunya yang berubah-ubah, seperti Firman
Allah:
>"Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti mereka (dorongan jahat/Khatar
>Syaithoni) setelah datang ilmu (Isyarat lawwamah) kepadamu,
sesungguhnya
>kamu termasuk dalam golongan orang-orang yang zalim"
>(QS Al-Baqarah: 145)
>
>"Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti mereka (dorongan jahat dan
>keji/Khatar Syaithoni), setelah ilmu diperolehi (datang kepadamu) maka
>Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu".
>(QS Al-Baqarah: 120)
>
>
>Pada tahap ini ia membenci sifat-sifat mazmumah yang ada pada dirinya,
>tetapi tetap terkadang ia tiada berdaya pada saat digerakan pada
perbuatan
>dosa dan keji itu, dan pada kenyataannya telah berkurang pada dirinya
>melakukan itu, Keinsafan memancar, sekiranya ia terus mematuhi isyarat
>lawwamah yang ada, sedikit demi sedikit sifat-sifat keji akan di
angkat
>mufakat dengan dorongan perbuatan taubat kepada Allah atas perbuatan
itu.
>
>Pada peringkat ini ia banyak meneliti diri sendiri dan merenung segala
>kesilapan yang lampau, bila perasaan menyesal datang, orang-orang pada
>peringkat sangat mudah mengeluarkan air mata penyesalan, kerap
menangis
>dalam shalat, bila sendirian, sewaktu berzikir atau bershalawat, air
>matanya bukan lah disengajakan tetapi berlaku secara spontan. Inilah
>dikatakan sebagai tangisan diri, ia mulai banyak mengkaji dan meneliti
alam
>dan kejadian, dan sentiasa membandingkan sesuatu dengan dirinya hingga
>menganggap jasadnya dan seisi alam ini adalah Rahmat dan Rahim dari
Zat
>Yang Maha Penyayang bagi dirinya sebagai sandaran dan jalan untuk
dapat
>mengenal Rabbnya.
>
>Ia juga menjadi gila untuk beribadat dan cenderung kepada perbincangan
>berkaitan soal mengenal diri dan mulai jemu dengan persoalan yang
tidak
>berkaitan dengan agama. Perubahan ini terkadang terjadi mendadak
sekiranya
>kita terjun ke alam tasawuf.
>
>Rasulullah SAW bersabda:
>"Bahawasanya orang-orang mukmin itu perhatiannya pada shalat, puasa
dan
>ibadat dan orang munafik itu perhatiannya lebih kepada makanan dan
minuman
>seperti halnya binatang"
>
>"Sedikit taufik adalah lebih baik dari banyak berfikir, dan berfikir
>perkara duniawi itu mendaruratkan, dan sebaliknya berfikir perkara
agama
>pasti mendatangkan kegembiraan"
>
>Pada tahap ini sudah mementingkan akhirat dari dunia.
>
>Namun begitu walau nak dibandingkan dengan amarah ia lebih tinggi
sedikit,
>namun sekali-sekala ia tidak terlepas juga dari jatuh kedalam jurang
dosa
>dan kejahatan. Imannya masih belum kuat. Namun ia cepat sadar dan
cepat
>beristigfar minta ampun kepada Allah.
>
>Firman Allah:
>"Aku bersumpah dengan nafsu lawwamah (Jiwa yang amat menyesali
dirinya) (QS
>Al-Qiyaamah: 2)
>
>Sebagai contoh kalau tertinggal sembahyang terdapat perasaan kecut
hati dan
>cepat menyesal sehingga terus pergi kadha.
>
>Isyarat (tanda-tanda) sifat nafsu lawwamah antara lain:
>1. Mencela diri sendiri
>2. Bertafakur dan berfikir
>3. Berbuat sesuatu amal karena riya
>4. Kagum yerhadap diri sendiri yakni 'ujub
>5. Membuat sesuatu dengan sum'ah agar dipuji
>6. Takjub pada diri sendiri
>7. dan lain-lain
>
>Sesiapa yang berdegup di hati terhadap tanda-tanda diatas, maka ia
berada
>pada tahap nafsu lawwamah, terdapat pada kebanyakan orang awam.
>
>
>Sandaran thobi’at untuk dapat menembus dan menyucikan sisa-sisa karat
>dihatinya pada tahap ini adalah dengan amalan, yakni lebih kuat
berzikir
>lagi untuk menembus dan menyucikan sisa-sisa karat hati.
>Zikir pada peringakat nafsu ini masih lagi dibibir tetapi
kadang-kadang
>sudah mulai meresap masuk ke lubuk hati tapi dalam keadaan yang tidak
>istiqamah (tidak tetap), namun memang sudah timbul gila beribadat
sehingga
>kadang-kadang merasa dirinya ringan dan melayang, kadang-kadang terasa
>seperti hilang dirinya, atau ada semacam kesemutan diseluruh tubuhnya
>hingga tiada terasa lagi keadaan jasadnya terutama pada bahagian
tulang
>belakang dan tangannya, keadaan beginilah yang menimbulkan keasyikan
yang
>masyuk dengan amalan zikir atau dengan ibadat-ibadat lain.
>
>Pada tahap ini terkadang menerima sedikit ilham dengan merasakan zauk
dan
>faham, kadang-kadang mengalami mimpi yang perlu ditafsir kembali oleh
guru,
>bila terus menerus patuh dengan petuah dan amalan yang diberi oleh
guru,
>terutama melatih menjaga rahasia dengan apa-apa yang terjadi kecuali
pada
>guru, InsyaAllah ia akan meningkat kepada tahapan nafsu yang
berikutnya.
>
>
>MULHIMAH
>Nafsu ini lebih baik dari amarah dan lawwamah, Mulhimah merupakan
nafsu
>yang sudah menerima latihan beberapa proses kesucian dari sifat-sifat
hati
>yang tercemar melalui ujian dan latihan sufi/ tariqat/ amalan guru dan
>lain-lain baik lahir maupun bathin yang mempunyai sanad dari
Rasulullah
>SAW, kesucian hatinya telah menyebabkan segala lintasan kotor atau
>khatar-khatar syaithoni telah dapat dibuang dan diganti dengan ilham
dari
>Allah melalui Khatar Maliki atau Rabbani, firman Allah:
>"Maka diilhamkan Allah kepadanya mana yang buruk dan mana yang baik,
>sesungguhnya dapat kemenanganlah orang yang menyucinya (nafsu) dan
rugilah
>(celakalah) orang yang mengotorkannya (nafsu)”
>(QS As-Syams: 8-10)
>
>Maka makam nafsu ini juga dikenali dengan nafsu syamiah, pada
peringkat ini
>Allah mentajjalikan amalannya yang baik sudah mengatasi amalannya yang
>kejahatan, sifat mazmumah telah mulai diganti dengan mahmudah, sikap
>beribadat telah tebal dan amalan guru terus diamalkan dengan lebih
tekun
>lagi.
>
>Zauk pada penyesalan pada peringkat sebelumnya (lawwamah) terus
teringat di
>dalam jiwa, isyarat dan tanda-tandanya sentiasa lekat dalam ingatan,
taubat
>orang pada nafsu mulhamah ini adalah "taubatan nasuha" tidak hanya
dimulut
>tetapi hakiki.
>
>Dalam kehidupan sudah terbina satu sikap dan akhlaq yang baik, tabah
>menghadapi ujian, bila terlintas sesuatu yang mendorong ke arah
maksiat, ia
>senantiasa memohon perlindungan Allah.
>
>Firman Allah:
>"Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan, maka berlindunglah
kepada
>Allah, sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
Sesungguhnya
>orang-orang yang bertaqwa, bila mereka ditimpa was-was dari syaitan,
mereka
>ingat kepada Allah, maka saat itu juga mereka melihat
kesalahan-kesalahan."
>(QS Al-A’Raaf: 201)
>
>Sabda Rasulullah S.a.w:
>"Barangsiapa yang merasa gembira dengan kebaikannya dan merasa susah
>(gelisah) dengan kejahatan yang dilakukan, maka itu orang-orang
mukmin"
>
>Zikir pada tahap ini telah menyerap kedalam lubuk hatinya bukan
sekadar
>dibibir saja bahkan sudah menerima hakikat nikmat zikir dan zauk. bila
>disebut nama Allah rindunya sangat besar, terkesiap berdesir darahnya
dan
>gementar tubuhnya tanpa disengajakan, firman Allah:
>"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu, bagi mereka apabila disebut nama
>Allah, nescaya gementarlah seluruh hati mereka" (QS Al-Anfaal: 2)
>
>Perasaan ini terus menjalar sehingga bertemu kekasihnya.
>
>Isyarat (tanda-tanda) sifat nafsu lawwamah antara lain:
>1. Sifat-sifat ketenangan,lapang dada dan tidak putus asa.
>2. Tak sayang akan harta
>3. Qana’ah.
>4. Berilmu laduni
>5. merendah diri/ tawwadu'
>6. Taubat hakiki
>7. Sabar hakiki
>8. Tahan ujian dan menanggung kesusahan
>9. dan lain-lain
>
>Mereka pada tahap ini mulai masuk ke setingkat maqam wali yakni
kerapkali
>mulai mencapai fana’ yang menghasilkan rasa makrifat dan hakikat
>(syuhud/menyaksikan) tetapi belum teguh dan kemungkinan untuk kembali
>kepada sifat yang tidak baik masih ada, dikarenakan hanya penyaksian
belaka
>(Belum ‘Ain) dan masih dapat tertipu oleh penyaksian yang
diselewengkan
>oleh syaithon (Ghurur/Terpedaya), kebanyakan orang cepat terhijab
kembali
>pada masa ini kerana terlalu asyik dengan anugerah Allah, padahal itu
>hanyalah ujian semata-mata.
>
>Dalam konteks ilmu pula mereka bukan saja menguasai ilmu qalam, bahkan
>sudah dapat menguasai ilmu ghaib dengan menjalani tiga cara laduni
iaitu
>nur, tajalli dan cara laduni di peringakat sir, atau menerima
pendengaran
>batin yang terletak ditengah-tengah kepala yang biasanya disebut
bagian
>tanaffas.
>
>Suara yang diterima amat jelas sekali, seperti mendengar suara
telefon,
>pada saat yang sama pendengaran zahir tetap tidak terganggu walaupun
masa
>menerima laduni sir itu, biasanya suara ghaib itu adalah guru-guru
ghaib
>(Anbiya, Auliya dan para guru mursyid) yang bertugas mengajar ilmu
ghaib
>pada mereka yang diperingkat mulhamah dengan seizin guru mursyid kita
yang
>zahir yang telah berkomunikasi terlebih dahulu dengan guru-guru ghaib
ini,
>sebab itulah kalau tak ada Guru Murysid kita, akan terpedaya dengan
>syaithon dan jin yang menyamar (Ghurur).
>
>Pembukaan telinga batin ini pada awalnya berlaku seakan suatu bisikan
suara
>yang dapat dipisah-pisah dalam anak telinga, dimana pada permulaannya
>terasa berdesing/berdesir, hingga kemudian barulah dapat dengar jelas,
>zikir tetap meningkat, pada peringkat inilah Allah berfirman:
>"Orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir
kepada
>Allah. Ingatlah hanya dengan berzikir kepada Allah sahajalah hati
menjadi
>tenteram". (QS Ar-Ra’d: 28)
>
>Ujian pada peringkat ini yang paling sulit yaitu pada sumpahnya untuk
>menjaga rahasia dengan apa-apa yang telah disaksikan, hingga menjadi
>rahasia antara dirinya dengan Allah, barulah ia mendapat kesempatan
untuk
>ke tahap berikutnya.
>
>
>
>MUTMAINAH
>Inilah peringkat martabat nafsu yang pertama yang benar-benar diredlai
>Allah yang layak masuk syurga Allah, maknanya barang siapa sampai pada
>maqam ini syurga tetap terjamin, namanya sudah tercatat dan di cap
sebagai
>hamba Allah dan penghuni Syurga, insyaAllah. Hakikat inilah yang
>difirmankan Allah:
>"Wahai orang yang berjiwa / bernafsu mutmainnah, pulanglah kepangkuan
>Tuhanmu dalam keadaan redlai meredlai olehNya dan masuklah ke dalam
>golongan HAMBAKU dan masuklah ke dalam syurgaKu".
>(QS Al-Fajr: 27-30)
>
>Pada peringkat ini jiwa mutmainnah merasakan ketenangan hidup yang
hakiki
>yang bukan dibuat-buat, tidak ada lagi perasaan gelisah, semuanya
terbit
>dari tauhidnya yang tinggi dan mendalam, tauhid yang sejati dan
hakiki,
>tidak ada lagi perbezaan senang dengan susah bagi nafsunya sama saja.
Pada
>maqam inilah permulaan mendapat derajat wali kecil.
>
>Isyarat/Tanda-tanda maqam ini adalah:
>1. Taqwa yang benar
>2. Arif
>3. Syukur yang benar
>4. Tawakkal yang hakiki
>5. Kuat beribadat
>6. Redha dengan ketentuan Allah
>7. Murah hati dan senang bersedekah
>8. Menjaga Rahasia pada ‘aib/Rahmat orang lain yang ia saksikan.
>9. Dan lain-lain sifat mulia yang tidak dibuat-buat.
>
>Pada maqam ini telah dicabut beberapa adat thobi’at yang ada pada
>kebanyakan orang, sehingga sering orang melihat pada dirinya ada
>keramat-keramat yang luar biasa, bila menghendaki ilmu ia mendapat
ilmu
>dengan tak payah belajar, sebab sudah dapat menyerap rahasia-rahasia
dari
>Kitab yang Nyata (Lauh Mahfuz), ia sudah menguasai ilmu peringkat nur,
>tajalli, sir dan juga sirussir (pendengaran dan penglihatan bathin),
pada
>mulhammah tadi baru terbuka dengan pendengaran bathin tanpa
penglihatan
>bathin.
>
>Dengan penglihatan bathin inilah dia dianugerahi melihat sesuatu yang
ghaib
>yang tak dianugerahi pada mata biasa kita, ibarat menyaksikan suatu
>kejadian, bahkan bila berkehendak menengok suatu kejadian, ia
dianugerahi
>pula menyaksikan kejadian yang ia inginkan baik yang sudah terjadi
ataupun
>yang akan datang.
>
>Inilah mengapa guru kita dapat melihat sejarah hidup kita yang lalu,
>biasanya dia akan memperhatikan perjalanan hidup kita dan mengetahui
dimana
>kekurangan kita dan memberi petuah untuk memperbaikinya, kalau mencuri
>disuruhnya kita memulangkan kembali serta minta halal dan maaf, dan
>sebagainya lagi.
>Namun begitu dia tetap akan menjaga aib muridnya kepada orang lain,
pada
>peringkat ini dia tidak terganggu penglihatan dan pendengaran zahirnya
pada
>masa sama melihat dan mendengar yang bathin walaupun duduk di kedai
kopi
>bersama-sama orang lain, melalui penerimaan sirussir ini dia
dianugerahi
>untuk melihat alam barzakh dan menjelajahi alam malakut.
>
>Keyakinannya sudah pada tahap ‘ainul yakin dan haqqul yakin, fana yang
>dikenali sebagai fana qalbi yaitu merupakan penafian diri ataupun
menafikan
>maujud dirinya dan diisbatkan kepada wujudnya Allah semata-mata.
>Inilah peringkat LAA MAUJUD ILLALLAH, keadaan inilah yang digambarkan
>Allah:
>"Semua yang ada adalah fana (tiada wujud hakikinya). Dan yang kekal
(baqa)
>itu adalah wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan"
>(Ar-Rahmaan: 26-27)
>
>Namun fana qalbi ini tidaklah kekal.
>
>
>RADLIAH
>Maqam ini dinamakan radliah kerana perasaan redla pada segala
ketentuan dan
>hukuman Allah, pada maqam ini sudah tidak ada rasa takut dengan pada
bala
>Allah dan tak ada rasa gembira dengan nikmatNya, sama saja merupakan
nikmat
>baginya, yang penting baginya adalah Allah redla padanya, jikalau
sakit
>tiada berharap kepada obat, sebab bagi dia sakit itulah nikmat kerana
dia
>merasa semakin dekat dengan Tuhannya, uang sudah sama dengan daun
kayu,
>emas sama dengan tanah, dunia sudah dipandang kecil, bahkan sudah
tidak
>dipandang lagi, sebaliknya dunia yang datang kepadanya, firman Allah:
>"Sesungguhnya wali-wali Allah itu tak ada kekhawatiran (ketakutan) dan
>tidak pula bersedih atas mereka".
>(QS Yunus: 62)
>
>Ini karena nur syhuhud sudah terang selalu dalam jiwanya, alam
sekeliling
>seperti cermin untuk melihat Allah setiap saat, ini adalah maqam
musyahadah
>tahap ihsan seperti hadis Rasulullah s.a.w:
>"Hendaklah kamu menyembah Allah sebagaimana kamu melihatNya..."
>
>Ini adalah maqam wali dalam martabat khawas, pada saat inilah apa yang
>diisyaratkan oleh rasulullah s.a.w:
>"Takutilah akan firasat orang mukmin, sesungguhnya orang-orang mukmin
itu
>melihat dengan Nur Allah".
>
>Pada tahap radliah ini, ia melihat melalui basyirahnya, merenung
dengan
>kasyafnya, bertindak melalui perintah ilmu laduninya, mulutnya dan
doanya
>sangat mustajab, “Seucap nyata, seludah keluar jadi”
>
>Orang dimaqam ini kadang-kadang perbuatannya menyalahi thobi’at dan
>syariat, percakapan kadang-kadang menyinggung orang biasa yang tak
faham
>tapi dikeluarkan tanpa sengaja, masih mengalami fana qalbi, tapi tiada
>menentu, hidupnya ibarat dilambung gelora cinta, seolah terapung
melayang
>bersama-sama Allah, hanya memandang dan menyaksikan sesuatu tiada
suatu
>yang mawujud di dunia ini melainkan wajah Allah semata-mata, firman
Allah:
>"Di mana saja kamu menghadap, maka disitulah wajah Allah” (QS
Al-Baqaraah
>115)
>
>Itu yang terjadi pada Al Junaid: Tiada sesuatu dalam jubahku,
melainkan
>Allah.
>Mereka sudah memandang yang banyak kepada satu, keadaan inilah sering
>menimbulkan fitnah, malah kadang-kadang orang akan anggap gila, inilah
>maqam Ana'al Haq Mansur Al-Hallaj.
>
>Zikir pada peringkat ini adalah secara 'khafi' yang telah meliputi
seluruh
>anggota zahir dan batinnya, pada peringkat inilah kulit berzikir,
daging
>berzikir, tulang berzikir, bahkan semuanya berzikir pada martabat
Asma,
>inilah yang jadi darah Al-Hallaj membentuk tulisan Allah lalu keluar
zikir.
>
>Kadang-kadang ia dijemput menjelajah alam ghaib kubra yang diluar akal
>manusia, malah ia di ajar ilmu tinggi yang lebih dari manusia biasa
yang
>belum dicapai oleh zaman modern ini, misalnya dikaruniai perhubungan
secara
>langsung dengan para rasul, nabi, ambia dan waliyullah yang lain,
mereka
>menuntut ilmu dengan para aulia seperti berbicara langsung, malah
boleh
>berinteraksi beramai-ramai walaupun masing-masing berada di berbeza
>tempat/alam.
>
>Tanda-tanda/Isyarat sifat-sifat Radliyah:
>1. Ikhlas
>2. Warak
>3. Zahid
>4. Dan lain-lain lagi yang baik yang ada pada maqam sebelum ini.
>
>
>MARDLIAH
>Pada peringkat ini segala yang keluar darinya semuanya telah diredlai
>Allah, perilakunya, kata-katanya, diamnya, semuanya dengan keredlaan
dan
>keizinan Allah belaka, akan keluar keramat yang luar biasa tanpa
diharap
>atau disengaja.
>
>Jiwanya sudah terkunci untuk ingat Allah pada lubuk hatinya dengan
cara
>"khafi-filkhafi", maknanya secara penyaksiaan 'basitiyah' yaitu
penyaksian
>sifat ma'ani Allah yang nyata dan dizahirkan Allah pada dirinya, af'al
diri
>sudah dinafi dan diisbatkan secara langsung kepada af'al Allah
semata-mata,
>jiwanya betul-betul dikunci ingat Allah tidak sesaat pun berpisah
darinya,
>penyaksiaan terhadap haq sifat Allah nyata baginya sehingga binasa
dirinya,
>inilah yang terjadi pada Abu Yazib Bistami: "Subha Inni…(Maha Suci
Aku...)"
>"Pandanglah yang satu pada yang banyak"
>
>Peringkat ini sudah tenggelam dalam fana baqabillah, pada peringkat
inilah
>suka mengasingkan diri, tidak suka bergaul lagi dengan makhluk.
>
>Namun begitu ia dianugerahi kesedaran dua alam sekaligus, zahir dan
bathin,
>dan ia akan kembali normal seperti biasa, karena dianugerahi kemampuan
>untuk menempatkan kesadarannya sekehendaknya, kalau peringkat sebelum
ini
>agak sulit untuk mengontrol kesadarannya pada martabat mana ia berada
>sehingga sering jatuh fitnah.
>
>Perjalanannya mirip dengan radliah, firman Allah:
>"Apa yang di sisi kamu itu pasti lenyap dan apa yang ada di sisi Allah
>tetap kekal". (QS An-Nahl: 96)
>
>Perkataan syatahah sudah binasa, ia suka hidup nafsu nafsi, sabda
>Rasulullah SAW:
>"Apabila kamu sekalian melihat seseorang mukmin itu pendiam dan
tenang,
>maka dekatilah ia, sesungguhnya dia akan mengajar kamu ilmu hikmah"
>
>Zikirnya adalah zikir rahasia, tidak lagi ada lafaz dengan lidah
maupun
>hati, tapi seluruh anggota zahir dan bathin mengucapkan dengan zikir
rahsia
>yang didengar oleh telinga batin di maqam tanaffas pada martabat
Sifat,
>zikirnya tiada pernah terganggu dengan alam zahir walaupun dia tengah
>bercakap atau berbuat sesuatu, firman Allah:
>"Orang-orang berzikir kepada Allah sambil berdiri, sambil duduk dan
dalam
>keadaan berbaring..."
>(QS Ali-Imran: 191)
>
>Baginya setiap perbuatan, perkataan, penglihatan dan apa saja adalah
zikir.
>Pada tahap ini dianugerahi kekeramatan yang amat luar biasa, namun
biasanya
>menjaga rahasia kelebihannya itu, dari segi ilmu ia sudah memperolehi
ilmu
>semua peringkat sebelum ini yaitu nur, tajalli, sir, sirussir bahkan
>ditambah lagi dengan cara tawasul yaitu secara sadar berhubungan
dengan
>ambia dan waliyullah, kehadiran wali-wali kepada orang maqam mardliah
ini
>lebih merupakan penghormatan dan ziarah sahaja, sambil
berbincang-bincang.
>
>Ia dianugerahi untuk dapat menjelajah seluruh alam alam maya dan alam
ghaib
>termasuk syurga, neraka dan sebagainya, misalnya ia dianugerahi untuk
dapat
>menjelajahi masa, tempat, dan seluruh kejadian yang ada pada Kitab
yang
>Nyata (Lauh Mahfudz), samada dengan bathinnya atau dengan jasadnya
>sekalian, inilah mengapa sering orang melihatnya dalam satu masa boleh
>menjelma di pelbagai tempat, ini disebut "Khawa Fulkhawaf", berlaku
tanpa
>sengaja dan tanpa dapat dikawal, semata-mata atas kehendak Allah.
>
>Sifat-sifatnya:
>1. Redla dan rela dengan apa-apa pemberian Allah
>2. Lemah lembut pergaulannya
>3. Elok dan tingginya budi
>4. Lain-lain sifat terpuji maqam sebelum ini
>
>
>NAFSU KAMALLAH
>Maqam ini adalah tertinggi, atau disebut maqam rasul, digelar sebagai
"baqa
>billah", “Kamil Mukamil", ia Insan kamil karena dapat menghimpunkan
antara
>zahir dan batin, yakni ruh dan hatinya kekal kepada Allah pada
martabat
>Zat, tetapi zahir tubuh kasarnya tetap dengan manusia, hati mereka
kekal
>dengan Allah tiada mengenal masa dan tempat, tidur atau jaga sentiasa
>mereka bermusyahadah kepada Allah, ini adalah maqam khawasul khawas,
>sebutan bagi ruhnya adalah Muhammad, sebab ia mewarisi seluruh apa-apa
yang
>diketahui oleh Rasulullah SAW, semua gerak-geriknya sudah jadi ibadat,
maka
>Haq padanya nyata perjalanan yang berulang-ulang antara Allah dengan
>Muhammad.
>
>Inilah pengertian bahwa Muhammad Rasul Allah yang terakhir, setelah
>Muhammad tiada Rasul lagi yang mengajarkan hal atau agama yang baru.
>
>Ilmunya adalah seperti yang dinyatakan oleh Imam Ghazali, ilham dan
ilmu
>mukasyafah yang diterimanya adalah sama dengan istilah wahyu semuanya
>datang terus dari Allah, firman Allah:
>“Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan (Haqqul Yaqin) kepada
kamu
>hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang
dikehendakiNya
>diantara rasul-rasulNya.” (QS Ali-Imran: 179)
No comments :
Post a Comment